Jumat, 17 Mei 2013

Adab Murid Pada Guru Mursyid

Adab Murid Pada Guru Mursyid

Adab murid yang harus diperhatikan terhadap gurunya sebenarnya banyak sekali, tetapi yang terutama dan yang terpenting ialah bahwa seorang murid tidak boleh sekali-kali menentang gurunya, sebaliknya harus membesarnya kedudukan gurunya itu lahir dan batin. Ia tidak boleh meremehkan, apabila mencemooh, mengecam gurunya di depan dan di belakang.

Salah satu yang harus ia yakini ialah bahwa maksudnya itu hanya akan tercapai karena didikan dan asuhan gurunya, oleh karena itu jika pandangan terpengaruh oleh pendapat guru-guru lain, maka yang demikian itu akan menjauhkan dia dari mursyidnya, dan tidak akan terlimpah atasnya percikan cahaya Ilahi. Oleh karena itu, seorang murid harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal tersebut dibawah ini:

1. Harus menyerahkan diri dan tunduk dengan sepenuhnya kepada gurunya, rela dengan segala apa yang diperbuat oleh gurunya, yang dikhidmatinya dengan harta benda dan jiwa raganya, dengan jalan demikian barulah terlahir iradah yang murni, dan muhibah, yang merupakan penggerak dalam usahanya, merupakan kebenaran dan keikhlasan yang tidak dapat dicapai kecuali dengan jalan demikian.

2. Tidak boleh sekali-kali seorang murid menentang atau menolak apa yang dikerjakan gurunya, meskipun pekerjaan itu pada lahirnya kelihatan termasuk haram. Ia tidak boleh bertanya apa sebab gurunya berbuat demikian, tidak boleh tergores dalam hatinya mengapa pekerjaannya belum berjaya. Barangsiapa yang ingin memperoleh ajaran dari gurunya dengan sempurna, ia tidak menolak suatu apapun juga dari padanya. Dari seorang guru kadang-kadang kelihatan lukisan yang tercela pada lahirnya tetapi kemudian kelihatan terpuji dalam batinnya, seperti yang terjadi dengan Nabi Musa as terhadap Nabi Khaidir as. Seorang sufi melukiskan kewajiban murid terhadap Syaikh-nya dalam sajak sebagai berikut:

Engkau laksana mayat terlentang, di depan gurumu terletak membentang
Di cuci dibalik laksana batang, janganlah engkau berani menentang
Perintahnya jangan kau elakkan, meskipun haram seakan-akan
Tunduk dan taat diperintahkan, engkau pasti ia cintakan
Biarkan semua perbuatannya, meskipun berlainan dengan syara’-nya
Kebenaran nanti akan nyatanya, bagimu akan jelas rahasianya
Ingatlah cerita Khidir dan Musa, tentang pembunuhan anak desa
Musa seakan putus asa, pada akhirnya ia terasa
Pada akhirnya jelaslah sudah, tampak padanya secara mudah
Kekuasaan Allah tidak tertadah, ilmu-Nya luas tidak termadah

3. Seorang murid tidak boleh mempunyai maksud berkumpul dengan Syaikh-nya untuk tujuan dunia dan akhirat, dengan tidak menegaskan dan menandaskan kehendak kesatuan yang sebenar-benarnya, baik mengenai ikhwal, maqam, fana, maupun baqa’ dalam keesaan Tuhan. Karena jika tidak demikian itu maka ia merupakan seorang murid yang hanya menuntut kesempurnaan dirinya dan ikhwalnya sendiri.

4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri dan ikhtiar Syaikh-nya dalam segala pekerjaan, baik merupakan keseluruhan atau bagian-bagian ibadah dan adat kebiasaan. Setengah dari tanda seorang murid yang benar, bahwa ia begitu taat kepada Syaikh-nya, sehingga kalau Syaikh memerintahkan ia masuk ke dalam nyalanya api, ia mesti memasukinya, jika ia masuk tidak terbakar, benarlah ia, jika terbakar ia pasti dusta. Murid tidak boleh mempergunjingkan keadaan Syaikh-nya, karena yang demikian itu merupakan pokok kebiasaan yang biasanya banyak terjadi. Sebaiknya ia harus berbaik sangka kepada gurunya dalam setiap keadaan.

5. Begitu juga murid harus memelihara adab pada Syaikh-nya pada waktu ia tidak ada, sebagaimana ia memelihara adab pada guru itu pada waktu ia hadir besama-sama, dengan demikian ia selalu mengingat Syaikh-nya pada tiap keadaan, baik dalam perjalanan maupun tidak dalam perjalanan, agar ia beroleh berkahnya.

6. Seorang murid harus menganggap tiap berkah yang diperolehnya, baik berkah dunia maupun akherat, disebabkan oleh berkah Syaikh-nya itu. Ia tidak boleh menyembunyikan kepada gurunya sesuatu yang terjadi pada dirinya sendiri mengenai ikhwal, kekhawatiran, kejadian yang menimpa atas dirinya, segala macam kasyaf dan keramat, yang dianugerahi Allah sewaktu-waktu kepadanya semua itu diceritakan dengan terus terang kepada gurunya, sebab ilmu itu tak akan sampai kepada murid tanpa melewati seorang guru. Meskipun demikian tidak boleh seorang murid menafsirkan sendiri segala kejadian itu, dalam mimpinya dan segala kasyaf yang terbuka kepadanya, apalagi memegangnya dengan keyakinan, sebaliknya ia kemukakan semua kepada Syaikh-nya itu sambil menantikan jawabannya dengan tidak usah menagih jawaban itu secara mendesak. Jika ada seorang Syaikh lain bertanya kepada seorang murid tentang suatu masalah janganlah menjawab dengan segera masalah itu di depan gurunya.

7. Tidak boleh menyiarkan rahasia-rahasia gurunya. Tidak boleh mengawini seorang wanita yang kelihatan disukai oleh Syaikh-nya dan hendak dinikahinya, begitu juga tidak boleh kawin dengan seorang perempuan mantan istri gurunya, baik yang ditinggalkan cerai maupun ditinggal mati.

8. Seorang murid tidak boleh hanya mengeluarkan nasehat atau pandangan kepada gurunya, jika gurunya mempercakapkan suatu pekerjaan yang hendak dikerjakan. Begitu juga tidak boleh meninggalkan pekerjaan yang sedang dihadapi gurunya itu. Sebaliknya ia menyerahkan seluruh pikiran kepada gurunya dan menganggap bahwa gurunya itu meminta nasehat kepadanya hanya ditimbulkan oleh kecintaan semata-mata.

9. Apabila Syaikh-nya tidak ada, ia mengunjungi keluarganya dan berbuat baik segala khidmad karena pekerjaan itu akan mengikat hati gurunya. Apabila seorang murid memandang dirinya dengan penuh ujub karena amalnya atau memandang telah meningkat lebih baik dalam ikhwalnya, maka segera hal itu diadukan kepada gurunya, agar guru memberikan petunjuk, bagaimana mengobati penyakitnya itu. Jika didiamkan perasaan itu nanti pasti akan tumbuh menjadi riya’ dan munafik dalam hatinya.

10. Murid tidak boleh memberikan atau menjual kepada orang lain apa yang dihadiahkan oleh gurunya, meskipun gurunya itu mengijinkan menyerahkan pemberian itu kepada orang lain. Karena di dalam pemberian guru itu tersembunyi sirr kefakiran yang dicari-cari dan yang akan mendekatkan ia kepada Allah. Diantara adab-adab murid dalam tarekat dan yang dianggap ikhwalnya terbaik ialah bahwa ia memberikan harta bendanya sebagai sedekah atas permintaan Syaikh-nya, karena menurut ajaran bahwa seorang murid dianggap sudah sempurna taat kepada Syaikh-nya, yang kemudian dapat membawa dia kepada Tuhannya. Jika ia berbuat yang demikian itu, dengan lain perkataan mengorbankan untuk sedekah apa yang dicintainya.

11. Murid yang baik tidaklah menganggap ada suatu kekurangan pada Syaikh-nya, meskipun ia melihat kekurangan itu terjadi dalam kehidupannya seperti banyak tidur pada malam hari, kurang wara’ dan lain-lain. Karena kekurangan yang demikian itu kadang-kadang memang ditafsirkan Allah kepada wali-walinya dalam kelupaan dan kealpaan yang tidak terdapat tatkala mereka sadar. Dan apabila ia sadar, maka kekurangan itu akan dipenuhinya kembali.

12. Harus diingat seorang murid itu tidak boleh memperbanyak bicara di depan Syaikh-nya. Harus diketahui waktu-waktu berbicara itu, jika ia berbicara hendaklah tegas dengan adab, khuyu’, dan khudu’, dengan tidak berlebihan dari apa yang perlu. Kemudian ia menanti jawabnya dengan tenang, jika belum puas hendaknya ia bertanya kedua kalinya, sesudah itu terbataslah pertanyaan itu.

Tidak boleh sekali-kali dihadapan guru seorang murid berbicara keras, karena bicara keras itu dihadapan orang-orang besar termasuk adab yang tidak baik. Ia tidak boleh duduk bersimpuh di depannya, tidak boleh duduk di atas sajadah, tetapi memilih tempat yang dapat menunjukkan adab merendah diri dan mengecilkan dirinya. Seterusnya ia berkhidmad kepada Syaikh-nya, kata sufi “khidmad pada suatu bangsa merupakan amal shaleh”.

Cepat kaki ringan tangan mengenai segala apa yang diperintahkan oleh gurunya, tidak istirahat dan berhenti sebelum pekerjaan itu selesai. Lain dari pada yang tersebut diatas itu seorang murid harus mengingat ia menjauhkan diri dari segala pekerjaan yang dibenci oleh Syaikh-nya. Tidak boleh bergaul dengan orang-orang yang dibenci Syaikh-nya tetapi mencintai orang yang dicintainya. Ia harus sabar jika Syaikh-nya belum memenuhi permintaannya dan tidak boleh menggerutu dan membandingkan dirinya dengan orang lain dalam pelayanan Syaikh-nya.

13. Tidak boleh duduk pada tempat yang disediakan bagi guru, tidak boleh enggan dan segan-segan terhadap segala pekerjaan, tidak boleh bepergian, tidak boleh kawin, tidak boleh mengerjakan suatu pekerjaan penting kecuali dengan ijinnya. Tidak boleh menyampaikan kepada orang lain pekerjaan Syaikh-nya kecuali yang dapat dipahami mereka itu sekedar kekuatan akalnya. Dan tidak menyampaikan salamnya melalui orang lain kepada Syaikh-nya, tetapi jika ada kesempatan menziarahinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar